Alangkahsenangnya mempunyai teman seperti itu. Apakah kita hanya mau menerima itu? Lantas siapa yang memberi jika semua orang berpikir seperti itu? Alangkah baiknya dan sudah seharusnya bagi kita untuk memberi. “Bersumpah dengan cerai.” takdir telah ditentukan dan pena takdir telah kering. Maha Suci Allah yang menjadikanmu pemimpin Pembahasan tentang takdir adalah salah satu tema yang tergolong rumit sebab dalil-dalil yang sampai pada kita sepintas saling bertentangan satu sama lain. Sebagian dalil Al-Qur’an dan hadits mengatakan bahwa semua kejadian di dunia ini sudah tercatat di Lauh Mahfudz dan pena yang mencatatnya telah kering sehingga tak mungkin berubah. Sebagian dalil lain menegaskan bahwa doa manusia dapat mengubah takdir, demikian juga silaturahim dapat memperpanjang umur dari waktu yang telah ditentukan. Sebagian dalil lainnya memerintahkan kita untuk melakukan aneka perbuatan baik sehingga bisa meraih kehidupan bahagia di dunia maupun akhirat, ini semua mengisyaratkan bahwa ikhtiar manusia punya andil besar dalam menentukan jalan takdir yang akan ia tempuh. Sebenarnya bagaimanakah takdir itu? Untuk menjawab kerumitan di atas, sebagian ulama kemudian membagi takdir qadla’ menjadi dua macam, yakni Pertama, takdir mubram, yaitu takdir yang sudah paten tidak dapat diubah dengan cara apa pun. Misalnya takdir harus lahir dari orang tua yang mana, di tanggal berapa dan lain sebagainya yang sama sekali tidak ada opsi bagi manusia untuk memilih. Kedua, takdir mu’allaq, yaitu takdir yang masih bersifat kondisional sehingga bisa diubah dengan ikhtiar manusia. Misalnya takdir miskin dapat diubah dengan doa dan kerja keras, takdir sakit dapat diubah dengan doa dan berobat, dan sebagainya yang melibatkan ruang usaha bagi manusia. Sepintas pembagian takdir menjadi dua kategori, mubram dan mu’allaq, ini sudah cukup memecahkan masalah. Tetapi faktanya tidak sesederhana itu. Masalahnya, sama sekali tak ada informasi dari hadits yang menyatakan hal-hal apa saja yang masuk kategori mubram dan mu’allaq. Adapun keyakinan sebagian orang awam bahwa takdir mubram hanyalah tiga macam, yakni rezeki, jodoh, dan kematian, adalah anggapan yang sama sekali tak berdasar. Klasifikasi mubram dan mu’allaq ini tetap saja tidak aplikatif. Misalnya kemiskinan, apakah termasuk mubram atau mu’allaq? Kita melihat ada orang miskin yang seumur hidupnya berdoa dan berusaha keras keluar dari kemiskinannya, tetapi hingga akhir hayatnya dia tetap miskin. Kejadian ini menunjukkan bahwa kemiskinan orang itu sudah mubram. Namun kita juga melihat orang miskin yang dengan usahanya dapat mengubah nasibnya secara drastis menjadi orang kaya, bahkan sangat kaya. Kejadian ini menunjukkan bahwa kemiskinan orang tersebut masih mu’allaq. Hal yang sama berlaku pada semua kasus di dunia ini, mulai sakit, keberuntungan, kecelakaan bahkan kematian sekalipun. Bagian manakah di antara semua itu yang mubram dan bagian mana yang mu’allaq? Kita takkan pernah tahu sebelum terjadinya. Sebenarnya, semua kerumitan di atas dapat terurai dan mudah dipahami apabila kita melihat takdir qadla’ dari tiga perspektif yang berbeda. Kerumitan dan kerancuan itu hanya terjadi akibat ketiga perspektif ini dicampur menjadi satu, padahal seharusnya dibedakan dengan tegas. Tiga perspektif yang dimaksud adalah perspektif Allah, perspektif malaikat, dan perspektif manusia. Takdir dalam Perspektif Allah Al-Qur’an, hadits dan dalil-dalil rasional telah memastikan bahwa Allah Maha Mengetahui. Sifat al-ilmu yang dimiliki Allah dapat menjangkau apa pun tanpa batas, baik hal yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Tak ada satu pun kejadian, bahkan yang paling kecil sekalipun semisal kejadian di inti atom, yang tak Allah ketahui. Allah berfirman وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya pula, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata Lauh Mahfudz.” QS. al-An’am 59 Dalam perspektif Allah ini, seluruh takdir qadla’ adalah mubram tanpa kecuali. Seluruhnya telah diketahui sebelumnya dan akan berubah menjadi kenyataan qadar pada waktunya. Sisi inilah yang tak mungkin mengalami perubahan sama sekali sebab adanya perubahan di level ini sama saja dengan adanya hal-hal yang tidak diketahui Allah. Ketidaktahuan Allah ini mustahil adanya. Takdir dalam Perspektif Malaikat Para Malaikat mempunyai tugas yang beragam, sesuai dengan kehendak Allah yang menciptakan mereka. Di antara tugas malaikat yang kita ketahui adalah membagi-bagi rezeki, ini adalah tugas Mikail; ada yang bertugas mencabut nyawa, ini adalah tugas Malaikat Maut Izra’il; ada yang bertugas mencatat amal baik dan amal buruk, ini adalah tugas Raqib dan Atid. Dan, banyak sekali jumlah malaikat yang info tentang tugasnya tak sampai pada kita. Dalam perspektif malaikat inilah, takdir setiap manusia yang tercatat di Lauh Mahfudz ada yang sudah mubram paten tak bisa berubah dan ada yang masih mu’allaq kondisional. Mereka bisa melihat apakah rezeki Si Fulan sudah merupakan hal paten yang tak bisa diganggu gugat ataukah masih tergantung pada beberapa kondisi yang di pilih Fulan tersebut, misalnya apabila Fulan bekerja keras, maka takdirnya adalah kaya sedangkan apabila memilih bermalasan maka takdirnya menjadi orang miskin. Demikian juga dengan hidayah, penyakit, umur atau apa pun yang terjadi pada Fulan tersebut. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan فَالْمَحْوُ وَالْإِثْبَاتُ بِالنِّسْبَةِ لِمَا فِي عِلْمِ الْمَلَكِ وَمَا فِي أُمِّ الْكِتَابِ هُوَ الَّذِي فِي عِلْمِ اللَّهِ تَعَالَى فَلَا مَحْوَ فِيهِ أَلْبَتَّةَ وَيُقَالُ لَهُ الْقَضَاءُ الْمُبْرَمُ وَيُقَالُ لِلْأَوَّلِ الْقَضَاءُ الْمُعَلَّقُ “Penghapusan dan penetapan takdir itu adalah dalam perspektif apa yang diketahui para malaikat dan apa yang tercatat di Lauh Mahfudz Ummul Kitab. Adapun dalam pengetahuan Allah, maka tak ada penghapusan sama sekali. Pengetahuan Allah ini disebut takdir mubram, dan pengetahuan malaikat itu disebut takdir mu’allaq.” Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâri, juz X, halaman 416 Takdir dalam Perspektif Manusia. Bila malaikat bisa melihat sisi takdir yang mubram dan mu’allaq, manusia hanya sepenuhnya hanya bisa mengetahui sisi mu’allaq saja apabila belum tiba waktu kejadiannya. Dalam konteks ini, Imam Ibnu Hajar menjelaskan وَأَنَّ الَّذِي سَبَقَ فِي عِلْمِ اللَّهِ لَا يَتَغَيَّرُ وَلَا يَتَبَدَّلُ وَأَنَّ الَّذِي يَجُوزُ عَلَيْهِ التَّغْيِيرُ وَالتَّبْدِيلُ مَا يَبْدُو لِلنَّاسِ مِنْ عَمَلِ الْعَامِلِ وَلَا يَبْعُدُ أَنْ يَتَعَلَّقَ ذَلِكَ بِمَا فِي عِلْمِ الْحَفَظَةِ وَالْمُوَكَّلِينَ بِالْآدَمِيِّ فَيَقَعُ فِيهِ الْمَحْوُ وَالْإِثْبَاتُ كَالزِّيَادَةِ فِي الْعُمُرِ وَالنَّقْصِ وَأَمَّا مَا فِي عِلْمِ اللَّهِ فَلَا مَحْوَ فِيهِ وَلَا إِثْبَاتَ “Sesungguhnya yang telah diketahui Allah itu sama sekali tak berubah dan berganti. Yang bisa berubah dan berganti adalah perbuatan seseorang yang tampak bagi manusia dan yang tampak bagi para malaikat penjaga Hafadhah dan yang ditugasi berinteraksi dengan manusia al-Muwakkilîn. Maka dalam hal inilah terjadi penetapan dan penghapusan takdir, semisal tentang bertambahnya umur atau berkurangnya. Adapun dalam ilmu Allah, maka tak ada penghapusan atau penetapan.” Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâri, juz XI, halaman 488. Manusia hanya bisa mengetahui adanya takdir mubram yang menimpanya hanya ketika suatu hal sudah terjadi. Misalnya, hal-hal yang berhubungan dengan kelahirannya, apa-apa yang sudah atau belum dicapai pada usianya sekarang ini dan segala hal yang telah terjadi di masa lalu dan tak mungkin diubah. Manusia bisa tahu umur seseorang telah mubram hanya ketika orang itu sudah positif meninggal. Apabila orang itu masih hidup, maka usianya masih sepenuhnya terlihat mu’allaq sehingga ia dituntut untuk menjaga diri dan berobat bila sakit. Ia dilarang menenggak racun atau melakukan hal yang mencelakakan jiwanya yang membuat usianya menjadi pendek dalam perspektif manusia tentunya. Demikian juga, ia dituntut untuk hidup sehat dan menjaga diri sehingga usianya bisa semakin panjang dalam perspektif manusia. Kaidah yang sama berlaku pada segala hal lainnya. Dengan memahami ketiga perspektif ini, maka segala kebingungan tentang takdir akan mudah terjawab. Seorang muslim dituntut untuk beriman bahwa segala hal sudah diketahui Allah sejak dulu dan pasti terjadi sesuai pengetahuan-Nya, tetapi dia tak boleh menjadikan itu sebagai alasan untuk berdiam diri atau menjadikan takdir sebagai alasan sebab ia tak tahu apa takdirnya. Yang wajib dilakukan oleh manusia adalah berusaha saja menyambut masa depannya. Dalam konteks inilah Nabi bersabda اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ “Berusahalah, semua akan dimudahkan.” HR. Bukhari – Muslim. Wallahua'lam. Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja Center Jember.
DewiPerssik legawa. Dewi Perssik mengaku legawa ketika dirinya harus bercerai dan menyandang status janda lagi. "Aku enggak bisa mengubah takdir dari Allah. Jadi, aku cuma bisa menikmati dan mencoba menjadi manusia yang lebih baik," kata Dewi Perssik melalui panggilan video dengan awak media, Senin (1/8). Dewi Perssik menganggap cobaan.
Salah satu dari perkataan yang umum di masyarakat adalah bahwa jodoh, rezeki, ajal kematian dan perceraian adalah takdir dari Allah Ta’ala, benarkah demikian? Jawabannya adalah Ya, betul sekali bahwa semua itu adalah merupakan takdir dari Allah Ta’ala. Akan tetapi keempatnya memiliki karakter masing-masing, yang apabila kita rinci terbagi menjadi dua; Pertama; Rezeki dan Kematian, Kedua; Jodoh dan Perceraian. Permasalahan ini sangat penting untuk dibahas karena terkait dengan Qadha dan Qadar yang masuk ke ranah tauhid atau keyakinan sebagai seorang muslim. Selain itu jangan sampai kita masuk ke dalam aliran Jabariah yang menganggap bahwa manusia hanya seperti wayang yang dipaksa mengikuti takdirNya, atau seperti Qadariah yang meyakini semuanya adalah kehendak manusia tanpa campur tangan Allah Ta’ala. Beriman dengan Qadha dan QadarDasar keimanan terhadap qadha dan qadar adalah firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an, yaitu firmanNyaوَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍDan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. QS. Al-Hijr ayat yang lainnya disebutkanوَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا“Dan ini perkara yang sudah ditetapkan.” QS. Maryam 21.Riwayat shahih mengenai hal ini adalah sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِKamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk. HR. lainnya menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah ta’ala ialah pena, kemudian Allah berfirman kepadanya, Tulislah.’ Pena berkata, Tuhanku, apa yang harus saya tulis?’ Allah berfirman, Tulislah takaran takdir segala sesuatu hingga hari kiamat.” Ahmad dan At-Tirmidzi.Merujuk pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan riwayat shahih dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam dapat dipahami bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan takdir seluruh makhlukNya. Riwayat lainnya menjelaskanكَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.“Allah telah mencatat seluruh takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi” HR. Muslim, Thirmidzi dan Abu dua istilah yang kemudian dibahas oleh para ulama, yaitu; qadha dan qadar. Keduanya memiliki makna yang berbeda ketika disatukan dalam satu pembahasan qadha-qadar apabila dipisah maknanya sama yaitu takdir dari Allah Ta’ala. Secara lebih rinci ada dua pendapat mengenai hal ini; Pertama, Qadha dan Qadar bermakna menyatakan bahwa makna qadha dan qadar itu sama maknanya yaitu ketentuan dari Allah Ta’ala sejak zaman dahulu kala. Pendapat ini dipegang oleh Abdul Aziz bin Abdullah yang menyatakanالقضاء والقدر، هو شيء واحد، الشيء الذي قضاه الله سابقاً ، وقدره سابقاً، يقال لهذا القضاء ، ويقال له القدرQadha dan qadar adalah dua kata yang artinya samya, aitu sesuatu yang telah Allah qadha’-kan tetapkan dulu, dan yang telah Allah takdirkan dulu. Bisa disebut qadha, bisa disebut makna ini sebagaimana tercatat dalam al-Qamus al-Muhith, yaitu;القدر القضاء والحكمQadar adalah qadha dan kepada pendapat ini maka tidak ada perbedaan makna antara qadha dan qadar yaitu ketetapan dari Allah Ta’ala sejak zaman azali. Kedua, Berbeda makna antara Qadha dan ini memiliki dua pendapat yang berbeda pula, yaitu; Qadha lebih dahulu dari pada qadar. Qadha adalah ketetapan Allah di zaman azali. Sementara qadar adalah ketetapan Allah untuk apapun yang saat ini sedang terjadi. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,قال العلماء القضاء هو الحكم الكلي الإجمالي في الأزل ، والقدر جزئيات ذلك الحكم وتفاصيلهPara ulama mengatakan, al-qadha adalah ketetapan global secara keseluruhan di zaman azali. Sementara qadar adalah bagian-bagian dan rincian dari ketetapan global itu. Fathul Bari, 11/477.Al-Jurjani menyatakan,والفرق بين القدر والقضاء هو أن القضاء وجود جميع الموجودات في اللوح المحفوظ مجتمعة، والقدر وجودها متفرقة في الأعيان بعد حصول شرائطهاPerbedaan antara qadar dan qadha, bahwa qadha bentuknya ketetapan adanya seluruh makhluk yang tertulis di al-Lauh al-Mahfudz secara global. Sementara qadar adalah ketetapan adanya makhluk tertentu, setelah terpenuhi syarat-syaratnya. at-Ta’rifat, hlm. 174Kebalikan dari pendapat sebelumnya, qadar lebih dahulu dari pada qadha. Qadar adalah ketetapan Allah di zaman azali. Sementara qadha adalah penciptaan Allah untuk apapun yang saat ini sedang al-Asfahani dalam al-Mufradat hlm. 675 menyatakan,والقضاء من الله تعالى أخص من القدر؛ لأنه الفصل بين التقدير، فالقدر هو التقدير، والقضاء هو الفصل والقطعQadha Allah lebih khusus dibandingkan qadar. Karena qadha adalah ketetapan diantara taqdir ketetapan. Qadar itu taqdir, sementara qadha adalah ini dipegang pula oleh Muhammad bin Shaleh yang menyatakan “Maka ketika Allah menetapkan sesuatu akan terjadi pada waktunya, ketentuan ini disebut Qadar. Kemudian ketika telah tiba waktu yang telah ditetapkan pada sesuatu tersebut, ketentuan tersebut disebut Qadha’”.Ulama dari kalangan Asy’ariyah dan Maturidiyah berpendapat bahwa makna qadha dan qadar itu berbeda. Syekh M. Nawawi Banten menyatakanاختلفوا في معنى القضاء والقدر فالقضاء عند الأشاعرة إرادة الله الأشياء في الأزل على ما هي عليه في غير الأزل والقدر عندهم إيجاد الله الأشياء على قدر مخصوص على وفق الإرادة“Ulama tauhid atau mutakallimin berbeda pendapat perihal makna qadha dan qadar. Qadha menurut ulama Asy’ariyyah adalah kehendak Allah atas sesuatu pada azali untuk sebuah realitas’ pada saat sesuatu di luar azali kelak. Sementara qadar menurut mereka adalah penciptaan realisasi Allah atas sesuatu pada kadar tertentu sesuai dengan kehendak-Nya pada azali,” Kasyifatus Saja, hal. 12.Beliau memberikan contoh qadha dan qadar menurut kelompok Asyariyyah, Qadha adalah putusan Allah pada azali bahwa kelak kita akan menjadi apa. Sementara qadar adalah realisasi Allah atas qadha terhadap diri kita sesuai الله المتعلقة أزلا بأنك تصير عالما قضاء وإيجاد العلم فيك بعد وجودك على وفق الإرادة قدر“Kehendak Allah yang berkaitan pada azali, misalnya kau kelak menjadi orang alim atau berpengetahuan adalah qadha. Sementara penciptaan ilmu di dalam dirimu setelah ujudmu hadir di dunia sesuai dengan kehendak-Nya pada azali adalah qadar,” Kasyifatus Saja, 12.Sedangkan bagi kelompok Maturidiyyah, qadha dipahami sebagai penciptaan Allah atas sesuatu disertai penyempurnaan sesuai ilmu-Nya. Dengan kata lain, qadha adalah batasan yang Allah buat pada azali atas setiap makhluk dengan batasan yang ada pada semua makhluk itu seperti baik, buruk, memberi manfaat, menyebabkan mudarat, dan الأشاعرة هو المشهور وعلى كل فالقضاء قديم والقدر حادث بخلاف قول الماتريدية وقيل كل منهما بمعنى إرادته تعالى“Pandangan ulama Asy’ariyyah cukup masyhur. Atas setiap pandangan itu, yang jelas qadha itu qadim dulu tanpa awal. Sementara qadar itu hadits baru. Pandangan ini berbeda dengan pandangan ulama Maturidiyyah. Ada ulama berkata bahwa qadha dan qadar adalah pengertian dari kehendak-Nya,” Kasyifatus Saja, hal. 12.Merujuk pada berbagai pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa qadha dan qadar adalah takdir dan ketetapan dari Allah Ta’ala. Pada dasarnya ia bersifat azali sejak penciptaan Qalam pena yang telah dititahkan oleh Allah Ta’ala untuk menuliskan takdir semesta. Ketetapan ini tidaklah meniadakan adanya usaha dari ikhtiar manusia, dengan kata lain takdir dari Allah Ta’ala terkait dengan usaha maksimal dari manusia. Iman dengan Takdir Rezeki dan KematianKembali pada pembahasan di awal, bahwa rizki dan ajal merupakan takdir dari Allah Ta’ala, maka tidak bisa seorangpun untuk menolaknya. Terkait dengan rizki Allah Ta’ala berfirmanقُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ“Katakanlah “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah “Allah.” QS. Saba’ 24.Pada ayat yang lainnya Allah Ta’ala berfirman,وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki.” QS. An Nahl 71.Merujuk pada ayat-ayat ini maka jelas sekali bahwa rizki dari Allah Ta’ala sudah ditetapkan, namun demikian manusia memiliki usaha untuk menjemput rizki tersebut. Semakin dia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjemput rizki tersebut maka ia akan mendapatkan apa yang dia usahakan. Sehingga jika ada orang yang mengatakan bahwa rizki itu sudah ditentukan, jadi kita tidak perlu usaha maka perkataan ini tidak tepat. Karena perintah untuk berikhtiar sendiri sangat jelas, seperti dalam firmaNyaهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ“Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu kembali setelah dibangkitkan”. QS. Al-Mulk ayat yang lainnya juga disebutkan secara jelasفَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَApabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. QS. Al-Jumu’ah pada pemahaman dari ayat ini adalah bahwa, rizki itu sudah ditetapkan Allah Ta’ala akan tetapi manusia juga diperintahkan untuk mencarinya, menjemputnya dan mendapatkan rizki yang berkaitan dengan ajal maka Allah Ta’ala berfirmanكُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” QS. Ali Imran 185.أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” QS. An Nisa’ 78.Selain dua ayat ini, banyak sekali ayat dan juga hadits yang menunjukan bahwa ajal atau kematian itu sudah ditentukan oleh Allah Ta’ala waktu dan tempatnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,إنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ، فَوَاللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ غُيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ”Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah bersatunya sperma dengan ovum, kemudian menjadi alaqah segumpal darah seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah segumpal daging seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan takdir mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka dengan itu ia memasukinya. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, tetapi catatan takdir mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli surga, maka dengan itu ia memasukinya”. HR. Bukhari dan berkaitan dengan rizki yang sudah ditentukan maka ajal atau kematian juga sudah ditentukan. Namun ia tidak meniadakan ikhtiar manusia, maksudnya dalam konteks kematian jika ada orang yang buhun diri kemudia dia beralasan bahwa itu adalah takdir maka bisa dikatakan bahwa ketika seseorang bunuh diri dan meninggal dunia maka itu adalah takdir. Tetapi ia berdosa karena telah membunuh dirinya sendiri, sehingga ia akan disiksa di neraka, sebagaimana ayat dan juga sabda Nabi yang muliaوَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا * وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيرًا “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” QS. An Nisa 29-30.من قتل نفسه بشيء عذب به يوم القيامة“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari kiamat”. HR. Bukhari dan dan hadits ini menunjukan larangan untuk bunuh diri serta ancaman bagi yang melakukannya. Walaupun mati adalah takdir, tetapi manusia memiliki kontrisbusi kehendak dalam prosesnya. Kehendak inilah yang kemudian menjadi sebab ia mendapatkan siksa. Iman dengan Takdir Jodoh dan terkait dengan jodoh dan perceraian, bahwa keduanya adalah merupakan takdir dari Allah Ta’ala. Jodoh seseorang sudah ditentukan, sebagaimana firmanNyaالْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌWanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji pula, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula. Mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang menuduh itu. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia surga. QS. An-Nur ini berbicara secara umum bahwa manusia itu diciptakan secara berpasang-pasangan , sebagaimana firmanNyaوَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” QS. Adz Dzariyat 59. Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan,جميع المخلوقات أزواج سماء وأرض، وليل ونهار، وشمس وقمر، وبر وبحر، وضياء وظلام، وإيمان وكفر، وموت وحياة، وشقاء وسعادة، وجنة ونار، حتى الحيوانات [جن وإنس، ذكور وإناث] والنباتات“Setiap makhluk itu berpasang-pasangan. Ada matahari dan bumi. Ada malam dan ada siang. Ada matahari dan ada rembulan. Ada daratan dan ada lautan. Ada terang dan ada gelap. Ada iman dan ada kafir. Ada kematian dan ada kehidupan. Ada kesengsaraan dan ada kebahagiaan. Ada surga dan ada neraka. Sampai pada hewan pun terdapat demikian. Ada juga jin dan ada manusia. Ada laki-laki dan ada perempuan. Ada pula berpasang-pasangan pada tanaman.”Jika ada seseorang yang ternyata tidak menikah hingga meninggal dunia maka bukan berarti ia tidak ada pasangan. Adanya unsur kehendak dalam dirinya untuk tidak menikah atau hal lainnya yang menjadikan ia tidak berjumpa dengan pasangannya. Intinya adalah bahwa jodoh itu sudah takdir, namun manusia juga memiliki kehendakn untuk mencarinya dan menentukannya. Jika seseorang telah berusaha untuk mencari pasangan kemudian hingga menikah maka itulah jodohnya. Jika ternyata kemudian ia bercerai dan menikah dengan orang lain maka itupun takdirNya sebagai takdir dari Allah Ta’ala juga merupakan ketetapan yang sudah pasti adanya. Namun ia juga tidak lepas dari kehendak dari manusia, kehidupan keluarga yang penuh dengan romantika; suka dan duka silih berganti, gelombang dan prahara rumah tangga yang sering menerjang terkadang berakhir dengan perceraian. Perceraian itu takdir ketika sudah terjadi, tetapi manusia memiliki kehendak untuk melakukannya atau bersabar dan tetap mempertahankan keluarganya. KesimpulanPembahasan mengenai jodoh, rizki, ajal dan perceraian terkait erat dengan tauhid atau keimanan seorang muslim yaitu iman percaya/yakin dengan takdir dari Allah Ta’ala. Semua hal di dunia ini sudah ditakdirkan, tetap manusia memiliki kehendak dan ikhtiar. Kaya atau miskin, bahagia atau sengsara, menikah atau tetap sendiri, mempertahankan keluarga atau bercerai semua itu adalah pilihan bagi kita menganggap bahwa semua itu sudah menjadi takdirNya dan manusia hanya menjalankannya maka ia terbawa pada pemikiran Jabariyah atau Jabriah yang menganggap bahwa manusia hanya seperti boneka wayang yang dipaksa mengikuti takdir dari Allah Ta’ala. Sedangkan bila ia berkeyakinan bahwa manusia memiliki kehendak penuh untuk melakukan segala sesuatu tanpa takdir Allah, maka ia terjebak ke dalam pemikiran Qadariah di mana manusia seolah-olah bebas tanpa kuasa jalan tengah dari keduanya yang merupakan solusi terbaik adalah pendapat dari Ahlu Sunnah wal Jamaah yang meyakini bahwasanya semua takdir semesta telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala sejak awal mula penciptaan, tetapi manusia memiliki kehendak dan ikhtiar untuk menentukan dan memilih yang yang terbaik baginya. Istilah lainnnya menyatakan “Beralih dari satu takdir ke takdir lainnya”, karena kita tidak tahu yang mana takdir kita. Oleh karena itu tetap yakin dengan takdir Allah Ta’ala dan terus berusaha untuk menjadi yang terbaik dan melakukan hal-hal yang baik agar kehidupan kita berakhir dalam kebaikan yaitu di surga sebagai negeri keabadian. Wallahu a’lam, Menjelang tengah hari di Bogor City, 02 Juli 2020.
Tetapiini menjadi menarik perhatian saya ketika seorang artis ini menyatakan jika perceraiannya adalah takdir Allah. Melansir berita dari Artis Laudya Cynthia Bella menyatakan jika perceraiannya adalah takdir Allah SWT. Karena itu, rumah tangganya tidak bisa dipertahankan. Apakah perceraiannya merupakan takdir Allah?

Allah SWT berfirman " Dan diantara kekuasanNYA ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,dan dijadikanNYA diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." Berdasarkan ayat tersebut, Sudah menjadi sunatullah bahwa Allah menciptakan semua mahlukNYA berpasang-pasangan dan semua manusia pasti ada jodohnya,tergantung ikhtiar dari manusia itu sendiri atau takdir Allah. Karena setiap takdir itu ada yang mutlak sudah menjadi ketentuan Allah, kita manusia hanya bisa menerimanya dan satu lagi adalah takdir ikhtiar yaitu takdir yang memang bisa diperoleh dengan jalan ikhtiar atau usaha yang sungguh-sungguh, yang dalam hal ini adalah melalui ihtiar Doa Misal Sholat Hajad. Allah ta'ala telah berjanji dalam firmanNYA "Laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji dan wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang kejipula , laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baikpula.'' Nuur26. Rasulullah SAW, bersabda "Tidak ada yang dapat menolak takdir ketentuan Allah kecuali doa dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali berbuat kebaikkan." HR Tirmidzi, HR. Ibnu Majah Allah Ta'ala memperkuat ketentuannya dalam firmanNYA "Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab Lauh Mahfuzh." QS. Ar Ra'd 39. Untuk itulah berdasarkan Alquran dan hadis tersebut, muslim yang baik adalah untuk muslimah yang baik dan lelaki yang buruk adalah untuk wanita yang buruk pula, maka tugas seorang muslim/muslimah yang baik adalah berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan berdo'a kepada Allah agar mendapatkan jodoh yang baik, dan menyerahkan sepenuhnya ihtiarnya tersebut pada Ridho dan ketentuan Allah dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai Berapakah Jodoh Kita Apakah Ada 1 Atau Lebih Dari 1.? Jika kita mendengar kata jodoh konotasi kita pasti hanya satu seumur hidup hingga kematian memisahkan jika jodoh itu hanya satu kenapa di antara kita masih ada perceraian, apakah pasangan kita sebelumnya bukan jodoh kita ? Dalam konsep jodoh menurut pandangan islam menjelaskan perceraian tak lepas dari takdir semua itu di serahkan kepada hamba Allah walaupun islam tidak menganjurkan utuk bercerai namun justru terkadang perceraian membawa kebaikan pada kita, ketika pasangan hidup kita mempunyai akhlak yang buruk dan tidak mau tunduk apa syariat islam. Jodoh/pasangan hidup juga mungkin tidak seumur hidup dan jumlahnya bukan hanya satu sesuai kehendak Allah SWT terhadap hambanya, jadi jika ada seorang laki2 menikahi seorang wanita dan dikatakan mereka berjodoh namun saat pasangan suami istri ini berpisah maka dikatakan pernikahan sudah berahir dan laki2 tersebut menikahi wanita lainya maka pasangan baru itu jodoh baginya dan begitu seterusnya. Jadi sebuah perkawinan yang didalammnya sudah tidak lagi membawa kedamaian hati serta mengandung nilai-nilai ibadah bagi pasangan suami isteri, Kemudian Allah tetapkan masa habisnya pernikahan mereka, maka perceraian itu pasti terjadi, dengan Tujuan untuk memperbaiki kehidupan para hambanya tersebut, Lalu kemudian digantikan bagi hamba2Nya yang bertaqwa kepadaNYA dengan jodoh berikutnya yang lebih baik. Semua kejadian tersebut sudah ada di lauhul mahfudz tempat dimana ditulisskan semua kejadian yang akan terjadi dan kita sebagai manusia tidak pernah tahu seperti apakah dan bentuk ketentuannya. karena itu rahasia Allah SWT jika semua sudah di takdirkan oleh Allah Tanda - Tanda seorang layak berjodoh dengan kita menurut Islam. Menurut Kesimpulan Yang sangat bijak dari para ulama, untuk memahami apakah seseorang itu berjodoh dengan kita, ada 3 tiga hal/tanda-tanda yang harus diperhatikan 1."Siapa yang paling bisa Memaklumi keadaan anda". Jodoh bermula dari hati ke hati, maka jika ada orang yang benar-benar mencintai anda, ialah ia yang bisa memaklumi anda dari hati yaitu memaklumi dari berbagai segi fisik, perasaan, keadaan dan yang terpenting ia yang mau menerima anda apa adanya. 2. "Siapa yang paling bisa Memaafkan kesalahan anda". Memang sangat sulit untuk mendapatkan pasangan baik, apalagi yang mempunyai sifat pemaaf. Pada dasarnya manusia mempunyai batas kesabaran yang berbeda-beda, namun setidaknya ia dapat memaafkan kesalahan anda. Karena pasangan yang mencintai anda dengan tulus adalah ia yang mampu memaafkan segala kesalahan yang anda lakukan. Namun yang perlu anda garis bawahi, jangan sampai anda melakukan kesalahan fatal, karena pasangan anda juga manusia biasa yang memiliki batasan KESABARAN. 3. "Siapa yang paling bisa Memotivasi diri anda". Dalam hidup tidak selamanya diatas, seperti halnya roda yang berputar. Seiring jalannya waktu hidup juga berputar terkadang diatas, terkadang dibawah. Maksudnya adalah pasangan yang baik ialah ia yang selalu memotivasi diri anda walaupun posisi hidup anda dibawah. Karena dewasa ini banyak sekali pria maupun wanita yang mencari pasangan hanya berdasarkan materi. Ketika mempunyai segala-galanya ia mendekat, tapi ketika semua kekayaan hilang ia menjauh. Maka dari itu carilah pasangan yang setia memotivasi diri anda walaupun posisi hidup anda tidak kaya raya. D. Ciri-ciri seorang itu berjodoh atau tidak dengan kita menurut Islam 1. Kebaikan dan keimanannya tak jauh beda denganmu. Yah, seperti yang ada pada ayat alqur'an di atas bahwa wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan sebaliknya, ini mengandung makna bahwa keimanannya, kebaikannya tak jauh beda denganmu. 2. Karakter dan kepribadiannya mirip denganmu. Berdasarkan riset yang dilakukan para ulama, bahwa ternyata setelah hidup bersama, mereka yang berjodoh menyadari bahwa karakter dan kepribadian mereka hampir mirip. Hal ini kemungkinan yang mendasari bahwa mereka yang berjodoh akan hidup langgeng, karena sama2 mempunyai kemiripan karakter dan kepribadian. Antara satu sama lain merasa menjadi diri mereka sendiri dan bisa memahami satu sama lain, mudah menemukan solusi jika ada masalah diantara keduanya. Mereka yang berjodoh merasa tidak asing lagi dengan pasangannya, walaupun mereka baru saja kenalan yang tidak lama, selanjutnya memutuskan untuk menikah. Sungguh Allah Maha Tahu, karena pasangan kita adalah orang terbaik yang telah Allah SWT persiapkan untuk kita. 3. Jika kita melihat wajahnya, pandangan mata seakan ingin tertunduk malu, dan bila mereka berjabat tangan saling bersentuhan kulita ada getaran perasaan dihati mereka. Hal ini mungkin karena adanya kontak batin diantara keduanya, mereka merasa seakan ada kedekatan tersendiri, walaupun baru pertama kali bertemu. Seperti yang ada di atas bahwa mereka yang berjodoh merasa tidak asing satu sama lain. Selain itu juga ketulusannya begitu mencerahkan hati dan pikiran bagi masing-masing. 4. Setiap tutur dan akhlaqnya mengandung magma motivasi yang tersendiri, yang akan membuat keduanya untuk saling mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dia seakan mampu mengubah segala kegalauan, kesedihan menjadi kebahagiaan tersendiri.

Iamenyerahkan semuanya kepada Allah SWT. "Saya enggak tau skenario Allah. Tuhan itu kan maha adil," kata Dewi Perssik di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022). Wanita berusia 36 tahun tersebut mengakui tak bisa menghindar dari takdir Allah. Ia hanya bisa menghadapi karena merasa tidak bersalah atas konfliknya dengan Angga Wijaya. PERTANYAANUstadz, mohon izin bertanya. Benarkah talak adalah hal halal yang dibenci Allah?Mungkinkah ada hal yang halal tapi dibenci Allah?Dan saya pernah mendengar kisah Umar ra. yg menyuruh anaknya bercerai karena ibadahnya malah menurun setelah menikah. Apa memang ini boleh menjadi alasan cerai? 08568042xxxxJAWABANBismillah wal Hamdulillah …Haditsnya berbunyi, dari Ibnu Umar Radhiyallahu’Anhuma bahwa Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam bersabdaأبغض الحلال الى الله الطلاق“Perkara halal yang paling Allah benci adalah perceraian.” HR. Abu Dawud no. 1863, Ibnu Majah no. 2008Para ulama berbeda pendapat tentang keshahihannya. Imam Al Hakim Al Albani menyatakan dhaif. Irwa’ul Ghalil No. 2040Syaikh Ahmad Syakir mengatakanفي صحته نظر كثيرPada keshahihannya ada perlu pertimbangan yg banyak. Umdatut Tafsir, 1/583Anggaplah hadits ini dhaif, namun secara makna adalah Shahih. Dan tidak ada kerisauan dgn kalimat “Halal kok Allah benci.”Hadits ini oleh Imam An Nawawi Rahimahullah menunjukkan bahwa ini salah satu hukum cerai yaitu makruh tanzih makruh yg mendekati boleh, dan hukum cerai itu berkataفيكون حديث بن عُمَرَ لِبَيَانِ أَنَّهُ لَيْسَ بِحَرَامٍ وَهَذَا الْحَدِيثُ لِبَيَانِ كَرَاهَةِ التَّنْزِيهِ قَالَ أَصْحَابُنَا الطَّلَاقُ أَرْبَعَةُ أَقْسَامٍ حَرَامٌ وَمَكْرُوهٌ وَوَاجِبٌ وَمَنْدُوبٌ وَلَا يَكُونُ مُبَاحًاHadits Ibnu Umar ini menjadi penjelas bahwa itu bukan haram, hadits menunjukkan makruh tanzih. Para sahabat kami Syafi’iyyah membagi hukum cerai atas 4 macam haram, makruh, wajib, dan dianjurkan, tidak ada yang mengatakan boleh. Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 1/61Penjelasan yg lebih detil dan bagus dari Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin Rahimahullah berikutوهذا الحديث ليس بصحيح ، لكنَّ معناه صحيح ، أن الله تعالى يكره الطلاق ، ولكنه لم يحرمه على عباده للتوسعة لهم ، فإذا كان هناك سبب شرعي أو عادي للطلاق صار ذلك جائزاً ، وعلى حسب ما يؤدي إليه إبقاء المرأة ، إن كان إبقاء المرأة يؤدي إلى محظور شرعي لا يتمكن رفعه إلا بطلاقها فإنه يطلقها ، كما لو كانت المرأة ناقصة الدين ، أو ناقصة العفة ، وعجز عن إصلاحها ، فهنا نقول الأفضل أن تطلق ، أما بدون سبب شرعي ، أو سبب عادي ، فإن الأفضل ألا يطلق ، بل إن الطلاق حينئذٍ مكروهHadits ini tidak Shahih, tapi maknanya Shahih. Allah membenci perceraian, namun tidak sampai diharamkan sebagai kelapangan bagi perceraian karena ada sebab syar’i dan pantas, maka saat itu menjadi seorg istri masih bisa dipertahankan maka pertahankan, tp jika dipertahankan melahirkan bahaya secara syar’i, dan tidak bisa dihilangkan bahaya itu kecuali dgn menceraikannya, maka seorang istri yang jelek agamanya, rasa malunya, dan sulit diperbaiki lg. Maka kami katakan lebih baik jika tidak ada alasan syar’i, tidak pantas, maka janganlah bercerai, justru saat itu cerai adalah perbuatan yang dibenci.Liqa Bab Al Maftuuh No. 55, soal no. 3Demikian. Wallahu a’lam✍ Farid Nu’man Hasan Iya kan selama ini saya ingin membangun rumah tangga, tapi ternyata yang aku bangun itu rumah duka," ungkapnya. Namun, Dewi Perssik tidak trauma mencari pasangan lagi. Sebab, ia merasa jodoh adalah takdir yang dibuat Allah SWT untuk dirinya. "Cuma mungkin mengalir aja lah. Kalau berbuat baik untuk dirimu dan berbuat buruk untuk dirimu.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Dewasa ini marak pernikahan di luar kelaziman pada umumnya, seperti seorang gadis muda belia nan cantik mendapatkan jodoh seorang kakek tua. Ada juga kita dapati seorang jejaka muda yang mendapati seorang janda, nenek tua. Semua bisa saja terjadi, inikah yang namanya jodoh? Tak hanya itu, banyak pula pasangan menikah yang mendapatkan jodoh yang begitu kontras baik secara fisik maupun psikis antar ke duanya. Ada sejodoh yang begitu kontras kita dapati secara kasat mata. Si pria berkulit hitam legam, sedang si wanita berkulit putih mulus. Ada lagi, si pria bertubuh kurus kerempeng yang mendapatkan jodohnya seorang wanita yang subar nan bulat, sehingga ketika bersanding keduanya bak angka satu dan nol, alias angka memang sebuah misteri yang tak pernah bisa ditebak sebelumnya. Siapa sangka kedua muda-mudi yang sudah kenal, berpacaran lama justru tak berjodoh, putus di tengah jalan. Sebaliknya, terkadang seorang teman biasa bahkan seorang yang dulu dibenci, malah ternyata bersanding dengannya di kursi pelaminan. Proses penemuan jodoh yang sejati pun tak pernah terduga. Bahkan di luar nalar logika manusia. Ada seorang teman yang begitu akrab mencintai tetangganya sejak kecil, ternyata berjodoh dengan orang jauh, bahkan orang asing yang tak pernah dikenalnya sama sekali. Sebaliknya, ada pula seseorang yang tekah lama menjalin asmara dengan orang jauh, perantauan tetapi akhirnya kandas, dan uniknya justru akhirnya berjodoh, menikah dengan tetangga atau teman kecilnya dulu. Jodoh pun tak ada yang tahu sampai kapan waktunya. Ada yang mengira, para orang tua kita yang dulu dijodohkan, tanpa perkenalan, tanpa pacaran justru berjodoh langgeng abadi, sampai beranak pinak dan memiliki banyak cucu. Sebaliknya, zaman sekarang banyak kita temui, pasangan yang dulu lama saling mengenal, lama berpacaran, tetapi anehnya setelah bertemu di pelaminan, mengucap janji setia melalui ijab qabul, ternyata tak berusia lama pernikahannya. Apakah jodohnya memang hanya sampai di situ? Jodoh memang sebuah misteri Ilahi. Rasanya kalimat itu memang benar adanya. Apalagi jika kita kaji Al-Qur'an Surat Ar-Rum ayat 21, yang berbunyi Wa min Ayatihii an kholaqo lakum min anfusikum azwajan litaskunuu ilaiha wa ja'ala bainakum mawaddatan wa rahmah. Inna fi dzalika la aayatil liqaumiy yatafakkaruun Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir. Jika kita kaji ayat tersebut, terdapat satu kata terkait perjodohan, yakni "an kholaqo", yang berarti Allah itu benar-benar menciptakan perjodohan sendiri. Kata an kholaqo dalam bahasa Arab berarti, menciptakan. Sama halnya ketika Allah menciptakan langit, bumi dan seisinya, pada dasarnya tak butuh makhluk. Itu adalah hak prerogatif Allah. Pada hakekatnya tak butuh "mak comblang" atau perantara sekaliipun, karena hakekatnya jodoh itu memang sudah bagaimana dengan perceraian yang kini marak terjadi, apakah ini juga merupakan bagian dari takdir, atau ketetapan Tuhan? Jika kita telusuri ayat 21 surat Ar-rum, ada satu kalimat yang berbunyi 'wa ja'ala bainakum mawaddatan wa rahmah'. 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
Jikatakdir Allah menentukan kita bukan dengan dirinya, kita tidak akan bersama dengannya Jika Allah telah menulis jodoh kita dengannya, kita tetap akan bersama dengannya, karena tulang rusuk dan pemiliknya tak akan pernah tertukar dan akan bertemu pada saat yang tepat menurut ilmu-Nya.
- Setiap manusia memiliki takdir yang ditentukan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Kata “takdir” berasal dari bahasa Arab qadara’ atau yuqaddiru’ atau taqdir’ yang secara arti harfiah dimaknai sebagai ukuran’, ketentuan’, kemampuan’, atau kepastian’. Sedangkan takdir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI diartikan sebagai ketentuan Allah atau Tuhan’. Islam membagi takdir menjadi 2 yakni takdir mubram dan takdir muallaq. Pengertiannya adalah sebagai berikut 1. Takdir mubram Ini adalah takdir yang telah ditetapkan Allah Subhanahu wata’ala bagi makhluk-Nya dan tidak lagi bisa diubah. Takdir ini mutlak sifatnya sehingga manusia hanya dapat menerima dengan ikhlas ketentuan tersebut. Misalnya adalah waktu kelahiran, waktu kematian yang tidak bisa diubah lagi. 2. Takdir muallaq Ini adalah jenis takdir yang masih dapat diubah melalui cara ikhtiar atau usaha serta doa. Takdir ini tidak mutlak sifatnya melainkan ditentukan juga oleh manusia yang menjalaninya, namun tetap juga harus mengharapkan keridaan dari Allah. Misalnya adalah belajar untuk memahami ilmu, jika tidak belajar maka tidak akan paham. Atau bekerja untuk mencari rezeki, banyak sedikitnya rezeki yang didapat tetap menjadi ketentuan Allah. Ketentuan takdir yang ada dalam ayat-ayat Al Qur’an Surah Al Furqon ayat 2 Allah yang menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukurannya. Itu adalah takdir yang mutlak dan hanya Allah saja yang dapat melakukannya. Penciptaan langit dan bumi beserta segala yang ada di dalam semesta adalah salah satu takdir yang tak dapat diubah. Misalnya ukuran planet, ukuran manusia, ukuran matahari, dan semuanya sangat rapi dan cermat. Hal itu tertulis dalam QS Al-Furqon ayat 2 الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا Artinya “Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaanNya, dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” QS Al-Furqon 2. Surah At-Thalaq ayat 3 Dalam hal ini, dibahas bahwa rezeki termasuk bagian dari takdir yang ditentukan oleh Allah terhadap semua makhluknya. Tidaklah berkurang rezeki seseorang jika sudah ditetapkan, sehingga tak seharusnya manusia khawatir. Yang harus dilakukan adalah berusaha, serta berharap hanya kepada Allah saja. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا Artinya “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” QS At-Thalaq 3 Menurut tafsir Jalalayn, dalam laman makna ayat ini adalah Allah dapat memberi rezeki yang arahnya tidak pernah diduga dan disangka sebelumnya, jika seorang hamba bertawakal hanya pada-Nya saja. Niscaya Allah akan memberi kecukupan. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya tentang apa yang dikehendaki-Nya. Allah yang menakdirkan seseorang hidup penuh kecukupan atau hidup sengsara. Surah Al-A’la ayat 1-3 Tugas setiap hamba adalah selalu beribadah dan memuji Tuhannya Yang Maha Tinggi, karena sejatinya semua di dunia ini tidak akan ada jika tidak diciptakan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Penciptaan tersebut pun sangat rapi, teliti, tidak ada salah dan sesuai kadarnya masing-masing. Seperti isi dari surat Al-A’la ayat 1-3 Artinya “Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tingi. yang menciptakan, dan menyempurnakan penciptaan-Nya, dan yang menentukan kadar masing-masing dan memberi petunjuk.” QS Al-A’la ayat 1-3 Surah Ar-Ra’d ayat 11 Salah satu takdir atau ketentuan Allah yang mengagumkan adalah keberadaan malaikat yang selalu mengikuti dan mencatat amal perbuatan manusia. Malaikat tersebut mengikuti perintah Allah tanpa pernah membantah. Juga, tentang sebagian takdir yang dapat diubah dengan usaha dari manusia, karena Allah pun memerintahkan umat Islam untuk terus berusaha dan tidak diam dan pasrah terhadap kehidupan. Artinya “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” QS Ar-Ra’d 11 Surah Ar-Ra’d ayat 39 Mengutip laman yang dimaksud dengan Ummul Kitab atau Lauh Mahfuzh berdasarkan tafsir Ibnu Katsir adalah “lembaran yang terjaga” tempatnya tinggi, terjaga dari penambahan, pengurangan, perubahan dan penggantian. Di kitab Lauh Mahfuzh dicatat takdir setiap makhluk. Dalam Al Quran surat Ar-Ra'd ayat 39 dijelaskan يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ Artinya “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab Lauh mahfuzh.” Meyakini takdir bukan berarti pasrahMeyakini bahwa semua takdir yang dialami oleh manusia adalah berdasarkan ketentuan Allah, bukan berarti manusia hanya boleh pasrah menerima. Seperti dijelaskan bahwa ada takdir yang bisa diubah atau takdir muallaq, maka berusaha juga bagian dari menerima takdir tersebut. Seperti misalnya takdir seseorang mengalami sakit, maka mencari obat untuk kesembuhan juga bagian dari takdir karena yang menciptakan obat dari setiap penyakit adalah Allah Subhanahu wata’ juga Ayat Al-Qur'an Tentang Semangat dan Motivasi Hidup Ayat Al-Qur'an Tentang Ilmu Pengetahuan & Kewajiban Menuntut Ilmu - Sosial Budaya Kontributor Cicik NovitaPenulis Cicik NovitaEditor Dhita Koesno

Akusudah jatuh cinta pada wanita lain. Aku sudah tidak mencintai istriku lagi! Hari itu, dia membuat usulan surat cerai dengan beberapa persyaratan. Dia tidak minta harta apapun, dia hanya membutuhkan waktu satu bulan sebelum bercerai. Dalam satu bulan itu kami harus mencoba hidup senormal mungkin.

Dalam ilmu tauhid, takdir adalah istilah yang merujuk pada qadla’ atau keputusan Allah yang telah tertulis di lauh mahfudz sejak sebelum dunia tercipta. Allah menyinggung hal ini dalam banyak ayat, misalnya مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ "Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab Lauh Mahfuzh sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah" QS. Al-Hadid 22. لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَلَا أَصْغَرُ مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرُ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ “Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun seberat zarrah baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar, semuanya tertulis dalam Kitab yang jelas lauh mahfuzh,” QS. Saba’ 3. Kalau demikian, maka bisakah manusia mengubah takdir dengan usahanya sendiri? Jawaban pertanyaan ini sebenarnya tak ada, tak bisa dijawab dengan ya atau tidak, sebab pertanyaan ini bermasalah. Pertanyaan ini muncul dari asumsi seolah ada usaha atau tindakan di dunia ini yang tak tercatat sebagai takdir di lauh mahfudz sehingga hendak dipertentangkan dengan catatan di lauh mahfudz. Seolah-olah penanya ingin membenturkan antara usaha manusia di satu pihak dengan takdir di pihak lain. Padahal kejadiannya tidaklah demikian. Usaha manusia, baik itu berupa tindakan, pilihan rasional, atau doa yang dipanjatkan, semuanya adalah kejadian yang tertulis di lauh mahfudz sebagaimana disinggung dalam ayat di atas. Sama sekali tak ada kejadian apa pun yang tak terekam di sana. Jadi, ketika seorang manusia dengan pilihan sadarnya berusaha keras agar kemiskinannya berubah menjadi kekayaan dan itu berhasil dilakukannya, sebenarnya dia tak mengubah sedikit pun takdirnya. Takdirnya bukanlah miskin kemudian dilawan hingga berubah menjadi kaya, namun takdirnya adalah miskin lalu berusaha keras lalu kaya. Dengan demikian tak relevan sama sekali menanyakan apakah usaha dapat mengubah takdir sebab usaha itu sendiri adalah juga bagian dari takdir. Demikian juga sebaliknya ketika ada seseorang yang lahir dalam kondisi kaya lalu bermalas-malasan sehingga jatuh miskin. Keadaan ini tak dapat dibaca seolah dia ditakdirkan kaya kemudian mengubah takdirnya dengan bermalas-malasan. Yang terjadi adalah dia memang ditakdirkan lahir dalam keadaan kaya lalu ditakdirkan bermalas-malasan lalu ditakdirkan miskin. Apa yang telah terjadi, itulah yang positif kita ketahui sebagai takdir. Dengan demikian, takdir selalu selaras dengan realitas yang terjadi dan tak mungkin berbeda sehingga bisa dipertentangkan. Sebab itulah dalam suatu hadis diceritakan jawaban Rasulullah ﷺ pada orang yang bertanya apakah berobat bisa menolak takdir? Selengkapnya sebagai berikut يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ رُقَى نَسْتَرْقِي بِهَا، هَلْ تَرُدُّ مَنْ قَدَر اللَّهِ شَيْئًا؟ فَقَالَ "هِيَ مِنْ قَدَرِ الله" "Wahai Rasulullah ﷺ, apa pendapatmu tentang ruqyah doa penyembuhan yang kami lakukan, apakah ia bisa menolak takdir Allah? Rasulullah ﷺ menjawab Ruqyah itulah bagian dari takdir”. HR Turmudzi Baca juga Kesalahpahaman sehingga muncul asumsi seolah usaha dapat melawan takdir biasanya juga muncul dari pemahaman yang tidak tepat terhadap ayat ar-Ra’d 11 berikut إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” QS. Ar-Ra’d 11 Banyak yang menyangka bahwa kata “keadaan” di ayat tersebut sebagai takdir yang telah digariskan di lauh mahfudz. Dengan makna demikian seolah takdir Allah ditentukan oleh manusia itu sendiri. Anggapan ini tidak tepat sebab takdir telah ditulis sejak sebelum alam semesta tercipta, seperti dibahas di atas. Kata “keadaan” dalam ayat itu sebenarnya adalah kondisi mendapat nikmat dari Allah. Maksudnya, suatu kaum pada asalnya akan selalu mendapat nikmat dari Allah dan ini akan terjadi terus hingga kemudian kaum itu sendiri yang mengubah keadaan ini dengan maksiat yang mereka lakukan. Bila mereka telah bermaksiat, maka nikmat akan diubah menjadi musibah. Demikian juga ketika maksiat telah berhenti, maka musibah akan kembali diubah menjadi nikmat. Syaikh Ibnu Katsir dalam tafsirnya menukil riwayat Abi Hatim yang isinya أَوْحَى اللَّهُ إِلَى نَبِيٍّ مِنْ أَنْبِيَاءِ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنْ قُلْ لِقَوْمِكَ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِ قَرْيَةٍ وَلَا أَهْلِ بَيْتٍ يَكُونُونَ عَلَى طَاعَةِ اللَّهِ فَيَتَحَوَّلُونَ مِنْهَا إِلَى مَعْصِيَةِ اللَّهِ، إِلَّا تَحَوَّلَ لَهُمْ مِمَّا يُحِبُّونَ إِلَى مَا يَكْرَهُونَ “Allah berfirman kepada seorang Nabi dari para nabi Bani Israil Katakan pada kaummu, sesungguhnya tidak ada satu pun penduduk desa dan penghuni rumah yang taat kemudian mengubahnya menjadi maksiat pada Allah, kecuali keadaan yang mereka sukai akan berubah menjadi keadaan yang tak mereka sukai.” Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, vol. IV, hlm. 440 Ayat ar-Ra’d 11 di atas selaras dengan firman Allah di ayat lain berikut ini ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ “Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui,” QS. Al-Anfal 53 Dengan demikian semua ayat di atas maknanya selaras dan tak bertentangan satu sama lain. Intinya, usaha tak bisa dipertentangkan dengan takdir sebab usaha itu sendiri, baik usaha positif atau usaha negatif, adalah juga bagian dari takdir. Wallahu a’lam. Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jatim Sebelumnya Dewi Perssik berpisah dari Saiful Jamil dan Aldy Taher. Baca juga: Dewi Perssik Menjanda Lagi, Ikatan Pernikahannya dengan Angga Wijaya Resmi Berakhir Hari Ini "Jadi janda kan aku ga bisa mengubah takdir dari Allah," kata Dewi Perssik saat disambungkan melalui video call di PA Jakarta Selatan, Senin (1/8/2022).. Dewi Perssik
Jakarta - Pembahasan dan pengertian takdir selalu menarik perhatian para muslim. Penjelasan tentang takdir sebetulnya telah diperoleh sejak seorang muslim duduk di bangku penjelasan tentang takdir kadang bikin bingung, hingga sulit membedakan dengan qada dan qadar. Berikut penjelasan sekilas tentang takdir serta qada dan qadar dikutip dari Sumber Belajar adalah ketetapan Allah SWT sejak sebelum penciptaan alam semesta zaman azali. Penetapan qadha sesuai kehendak Allah SWT, tentang berbagai hal yang berhubungan dengan qadar adalah perwujudan ketetapan Allah SWT qadha yang sering disebut takdir. Qadha adalah rencana dan qadar adalah perwujudan atau kenyataan, yang hubungan keduanya tak mungkin dipisahkan."Jadi apa arti iman kepada qada dan qadar? Artinya percaya sepenuh hati pada ketetapan Allah SWT, namun bukan berarti tidak berusaha ikhtiar. Karena keberhasilan tidak akan tercapai tanpa usaha," tulis situs qada dan qadar dijelaskan dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 38مَّا كَانَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ ٱللَّهُ لَهُۥ ۖ سُنَّةَ ٱللَّهِ فِى ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلُ ۚ وَكَانَ أَمْرُ ٱللَّهِ قَدَرًا مَّقْدُورًاArab latin Mā kāna 'alan-nabiyyi min ḥarajin fīmā faraḍallāhu lah, sunnatallāhi fillażīna khalau ming qabl, wa kāna amrullāhi qadaram maqdụrāArtinya "Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. Allah telah menetapkan yang demikian sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku."B. Macam dan pengertian takdir1. Takdir mubramKetetapan ini adalah mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku. Manusia tidak diberi peran untuk mewujudkan takdir ini. Contoh takdir mubram adalah kematian, kelahiran, dan jenis Takdir mu'allaqKetentuan ini masih bisa diubah melalui usaha, kerja keras, dan doa. Misal belajar dan berusaha untuk memperbaiki prestasi sekolah, taat aturan tiap saat, dan menjalankan pola hidup sehat untuk mencegah sakit. Simak Video "Kurma Episode 20 Keistimewaan Malam Lailatul Qadar" [GambasVideo 20detik] row/erd
kJ4OtBZ.
  • z0cp530dd6.pages.dev/88
  • z0cp530dd6.pages.dev/452
  • z0cp530dd6.pages.dev/10
  • z0cp530dd6.pages.dev/386
  • z0cp530dd6.pages.dev/434
  • z0cp530dd6.pages.dev/371
  • z0cp530dd6.pages.dev/63
  • z0cp530dd6.pages.dev/353
  • apakah cerai itu takdir allah